Senin, 26 Maret 2012

Kasus Taman Shud - Misteri paling membingungkan dalam sejarah Australia

Indeed, indeed, Repentance oft before. I swore--but was I sober when I swore?
And then and then came Spring, and Rose-in-hand. My thread-bare Penitence a-pieces tore.The Rubaiyat - Ommar Khayam





01 Desember 1948, Pantai Somerton, Adelaide, Australia.
Pada pukul 6.30 pagi, seorang pria bernama J Lyons menemukan sesosok mayat pria tidak dikenal. Saat itu, Ia tidak menyadari bahwa penemuan ini akan menjadi salah satu kasus paling misterius di Australia.


Misteri ini sering disebut sebagai kasus Taman Shud (Kadang ditulis "Tamam Shud") atau Misteri pria dari Somerton. Dan kasus ini dianggap sebagai salah satu kasus tidak terpecahkan paling aneh didalam sejarah Australia.


Mayat di Somerton
Pada tanggal 30 November 1948, satu hari sebelum penemuan mayat itu, sepasang muda-mudi bernama O'Neill dan Strapps sedang berjalan-jalan di pantai itu. Mereka kemudian melihat mayat itu tergeletak di dekat dinding penahan ombak. Awalnya mereka mengira pria tersebut sedang tertidur atau tidak sadarkan diri karena mabuk.


"Sepertinya aku harus melihatnya, jangan-jangan terjadi apa-apa." Kata O'Neill. Strapps kemudian menimpali,"Jangan terlalu ingin tahu. Siapa tahu ia sudah mati." Katanya sambil bercanda.


Jadi mereka berdua membiarkannya. O'Neill dan Strapps kemudian meneruskan berjalan-jalan di pantai itu selama setengah jam. Dalam rentang waktu tu, mereka melihat pria itu tidak bergerak sama sekali. Lalu, mereka pulang ke rumah.


Esok paginya sekitar pukul 6.30, seorang pria bernama Lyons baru saja selesai berenang bersama teman-temannya. Lalu, matanya tertuju kepada pria yang tergeletak itu.


Ia menjadi curiga dan kemudian mendekatinya. Ia memeriksanya dan menyadari bahwa pria tersebut telah meninggal. Lyons segera menghubungi kantor polisi Brighton dan segera kembali ke tempat penemuan mayat.


Petugas polisi bernama Moss bersama rekannya, Strangway, lalu datang ke lokasi dan menjumpai Lyons disitu. Moss yang memeriksa mayat tersebut tidak menemukan adanya tanda-tanda kekerasan di mayat tersebut. Pakaiannya masih lengkap dan tidak ada tanda-tanda bekas perampokan. Puntung rokok yang baru terbakar sebagian tergeletak di samping kerah kanan jasnya.


Pria itu diperkirakan berusia sekitar 45 tahun dengan kondisi fisik yang sehat. Penampilannya terlihat seperti orang Eropa dan ia mengenakan pakaian yang mahal.


Mayat itu lalu dibawa dengan ambulan polisi ke Rumah Sakit Royal Adelaide. Para dokter yang memeriksa menemukan bahwa pria ini meninggal pada pukul 2 pagi. Mayatnya kemudian dipindahkan ke kamar mayat dan polisi mulai menyelidiki kasus ini.


Karena tidak ada orang yang mengklaim mayat itu, dua hari kemudian, otopsi dilakukan. Dan disinilah sebuah misteri mulai muncul ke permukaan. Petugas otopsi tidak bisa menemukan penyebab kematiannya.

Siapakah dia sebenarnya ?

Mereka memang menemukan tanda-tanda keracunan pada tubuhnya yang terlihat dari banyaknya darah yang berkumpul di perut dan adanya ciri-ciri gagal jantung. Namun anehnya, tidak ditemukan sisa-sisa racun sama sekali di tubuhnya.


Di dalam tubuhnya juga tidak ditemukan bekas luka atau tanda lahir apapun.


Dalam sakunya, ditemukan beberapa benda seperti tiket kereta api menuju pantai Henley yang belum terpakai, sebuah tiket bus menuju Glenelg yang sudah terpakai, dua kotak rokok dengan merek yang berbeda, permen karet dan korek api. Tidak ditemukan adanya uang.


Anehnya, semua merk bajunya telah dihilangkan, sepertinya dilakukan dengan sengaja. Ia juga tidak mengenakan topi yang biasa dipakai oleh pria berjas pada masa itu.


Tangannya halus dengan kuku yang rapi, seakan-akan pria tersebut tidak pernah melakukan pekerjaan-pekerjaan kasar. Pria ini juga memiliki tubuh yang tinggi dan berbentuk. Bahunya lebar dengan pinggang yang ramping. Telapak kakinya memiliki ciri seperti seorang penari.


Polisi lalu segera melakukan penyelidikan serius atas kasus ini.


Mereka mencetak foto dan sidik jari pria ini dan disebarkan ke seluruh Australia, Selandia Baru dan negara-negara berbahasa Inggris lainnya. Namun, tidak ada satupun informasi memadai atau catatan mengenai pria ini muncul ke permukaan.


Lalu polisi mengawetkan mayat ini pada tanggal 10 Desember 1948 karena tidak biasanya kasus ini.

Sebuah koper misterius di dalam loker

Pada Januari 1949, penyelidikan polisi mulai mendapat titik terang. Petunjuk yang diolah menuntun mereka menemukan adanya sebuah koper yang tersimpan di stasiun kereta Adelaide. Dari identifikasinya, diketahui bahwa koper itu masuk ke loker pada tanggal 30 November. Di dalam koper tersebut ditemukan sepatu, pakaian, piyama, dasi, alat cukur, obeng, sebuah pisau dengan sepasang gunting.


Kondisi koper itu masih baru dan semua merk koper dan tanda-tanda lainnya juga telah dibuang, persis seperti kondisi pakaian mayat. Namun polisi menemukan nama "T Keane" pada sebuah dasi di dalamnya. Lalu nama ini juga ditemukan tertera di kantong laundry yang juga ada di dalam koper tersebut. Polisi percaya bahwa siapapun yang membuang semua merk baju itu telah membiarkan nama itu disitu karena mengetahui bahwa Keane bukan nama pria yang telah menjadi mayat itu.


Kasus ini menjadi semakin misterius karena bahkan media juga tidak bisa menemukan petunjuk yang bisa mengarah ke identitas pria ini.


Siapa dia ? dan apa yang menyebabkan kematiannya ?

Taman Shud yang misterius

Pada bulan April, lima bulan sejak penemuan mayat, sebuah petunjuk lain muncul ke permukaan. Namun petunjuk kecil ini malah membuat kasus ini menjadi semakin misterius. Prof John Burton Cleland yang meneliti pakaian pria tersebut menemukan sebuah potongan kertas dalam kantung kecil yang tersembunyi di celananya.


Kertas itu bertuliskan dua kata, "Taman Shud".


Dua kata ini terdengar asing bagi para petugas kepolisian. Jadi mereka memanggil petugas perpustakaan untuk menerjemahkannya. Petugas itu mengenali kata itu sebagai bagian dari buku puisi "The Rubaiyat" yang ditulis 900 tahun lalu oleh seorang penyair dari Persia bernama Omar Khayyam.


Dua kata ini kemudian menjadi identik dengan nama kasus ini.


Tema puisi Rubaiyat adalah seseorang harus hidup dengan bahagia dan tidak menyesalinya ketika berakhir. Kata "Taman Shud" dapat ditemukan pada akhir buku puisi tersebut yang berarti "Selesai".


Polisi lalu mengarahkan petugasnya untuk mencari buku Rubaiyat dengan halaman akhir yang hilang. Kemudian, apa yang dicari muncul juga. Liputan media yang luas membawa satu petunjuk baru. Seorang dokter yang tinggal di Glenelg datang ke polisi dan menyerahkan buku The Rubaiyat karangan Omar Khayyam. Halaman terakhir buku itu hilang. Polisi segera melakukan pengujian mikroskopis dan menemukan bahwa potongan kertas yang ditemukan di saku pria tersebut memang berasal dari buku tersebut.


Namun, petunjuk berharga ini tidak memberikan jawaban apapun karena dokter tersebut menemukan buku itu tergeletak di kursi depan mobilnya yang sedang diparkir di halaman rumahnya pada tanggal 30 November. Kasus ini menjadi gelap kembali. Namun paling tidak polisi memegang buku yang mungkin bisa menjadi petunjuk.


Empat baris kode yang aneh
Ketika buku ini diteliti, polisi menemukan adanya empat baris tanda yang dibuat dengan pensil di belakang buku tersebut. Namun, penemuan ini kembali membingungkan polisi karena empat baris kata ini hanya berupa deretan kata yang tidak berarti.


Barisan kode ini tidak terpecahkan hinggi kini. Bahkan ketika diserahkan kepada kementrian pertahanan Australia pada tahun 1978, departemen ini juga menyimpulkan bahwa kode-kode ini tidak memiliki arti dan mungkin hanya barisan huruf yang acak. Para ahli matematika dan pemecah kode handal juga tidak dapat menemukan arti dari huruf-huruf ini.


Wanita yang misterius dan Alfred Boxall
Selain kode-kode ini, di halaman belakang buku ini ditemukan adanya sebuah nomor telepon. Ketika dilacak, nomor ini mengarah kepada seorang mantan perawat yang tinggal di Glenelg, dekat dengan lokasi penemuan mayat. Wanita ini mengatakan bahwa ketika ia bekerja di rumah sakit Royal North Shore di Sidney, ia memang memiliki buku The Rubaiyat, namun pada tahun 1944, di sebuah hotel bernama Clifton Gardens, ia memberikannya kepada seorang letnan bernama Alfred Boxall yang bekerja di militer Australia. Ketika ditunjukkan foto mayat pria itu, wanita ini tidak bisa memastikan identitasnya sebagai Boxall.


Polisi semakin yakin bahwa mayat itu adalah Alfred Boxall sendiri sampai suatu hari, Boxall muncul dengan buku The Rubaiyat, lengkap dengan halaman yang berisi kata "Taman Shud".


Di halaman depan buku itu, wanita yang memberikan buku itu kepada Boxall menulis ayat 70 dari Rubaiyat :


Indeed, indeed, Repentance oft before
I swore--but was I sober when I swore?
And then and then came Spring, and Rose-in-hand
My thread-bare Penitence a-pieces tore.


Ketika ditanya media soal mengapa wanita itu menulis ayat itu, Boxall menolak untuk menjawab.


Wanita ini, yang kemudian dipercaya banyak pihak memiliki keterkaitan dengan kasus ini kemudian meminta polisi untuk merahasiakan namanya karena tidak ingin privacynya terganggu. Ia juga menolak dikait-kaitkan dengan kasus ini. Anehnya, polisi setuju. Wanita ini meninggal tahun 2007 dan nama aslinya yang dianggap bisa jadi merupakan kunci untuk memecahkan kode rahasia itu tetap tidak diketahui oleh publik.


Banyak pertanyaan yang masih menggantung.


Siapakah pria misterius ini ?
Bagaimana ia meninggal ?
Apakah ia dibunuh ?
Lalu mengapa ia seakan-akan ingin identitasnya tidak diketahui ?


Banyak orang yang percaya Boxall adalah intelijen Australia dan Pria Somerton mungkin adalah mata-mata Rusia yang mati dibunuh. Pada saat itu adalah era perang dingin dan Blokade Berlin.


Lagipula, pada April 1947, Intelijen Amerika Serikat menemukan adanya dokumen rahasia yang bocor ke pihak Sovyet dari Canberra. Skandal ini menyebabkan Amerika melarang semua transfer informasi rahasia ke Australia.


Apakah ia adalah seorang mata-mata ?


Here Lies The Unknown Man
Pada 14 Juni 1949, Pria misterius dari Somerton dikuburkan. Beberapa tahun setelah kematiannya, bunga-bunga terlihat di kuburannya. Para saksi mengaku melihat seorang wanita menaruh kembang itu di kuburannya. Namun ketika polisi menanyai wanita itu, ia menyangkal mengenal pria itu.


With them the seed of Wisdom did I sow,
And with mine own hand wrought to make it grow;
And this was all the Harvest that I reap'd--
"I came like Water, and like Wind I go."

Ommar Khayam - The Rubaiyat

(http://xfile-enigma.blogspot.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar